RODA KEHIDUPAN
oleh : Syafar Algazali Hidayat
Alkisah. seorang pria miskin dengan rumah pagar bambu, bolong beralaskan tanah liat.
Ia nekat mencari peruntungan ke kota.
“bu, nova ingin kuliah ke mataram. Kebetulan sudah diterima seleksi”
Dengan wajah haru dan mata berbinar, sang ibu hanya pasrah merelakan si sulung merantau ke kota.
Bapak sedang putus asa. Baksonya kurang enak, sotonya tidak digemari. Ia kalah saing dengan pemilik modal yang lebih menjanjikan.
Si sulung dan sang bapak keduanya bertarung dan saling berpelukan, menangkis segala pedih dan kerasnya kehidupan. Si sulung terkadang membantu bapak mendorong gerobak. Sepanjang jalan cakranegara mereka jelajahi. Tak jarang ditempa angin dan hujan, tersengat teriknya panas matahari. Si bapak terlihat lesu, si sulung kian sendu. Ibu bagaimana ?, semenjak kepergian anak gadisnya, kejiwaannya cukup terguncang. Iya. Perempuan itu sering berteriak dan menjerit menahan rasa sakit di kepalanya. Bagai buah simalakama, Si bungsu masih tak percaya atas apa yang mereka alami.
Si sulung pria yang tampan, dengan bangga menunjukkan siapa saja gadis yang pernah ia dekati kepada si bungsu. Sembari membawa laptop. Laptop adalah barang mewah waktu itu. Tahun 2008. Tidak satupun warga kampung pernah melihat, memegang apalagi mengoperasikan. Dari sinilah si bungsu punya privillege bidang elektronika melebihi teman sebayanya.
Hari demi hari, beberapa kali bunga portulaca bermekaran. Berapa kali mendung berganti hujan, kadang siang membakar tanpa ampun. Si sulung akhirnya berani membuka usaha elektronika di desa nya, bermodalkan wawasan yang ia bawa dari kampusnya, AMIKOM Mataram. Mereka menjadi pionir usaha elektronika terutama warnet pertama di daerahnya. Alhamdulillah, usahanya berjalan dengan lancar dan membanggakan. Disaat yang bersamaan, sang bapak memutuskan untuk pulang kampung dan membuka usaha dengan modal seadanya. Sebagian tanah yang digadaikan, dan hutang dimana-mana, akhirnya warung soto berdiri kokoh dengan tenda terpal berwarna cokelat. Qadarullah, usahanya ikut berjalan lancar, si sulung dan sang bapak akhirnya bisa tersenyum bangga Bersama setelah sekian badai mereka terjang. sang ibu perlahan menemukan titik terang. “ia mampu membeli obat, mampu menerima perawatan. Uang sudah cukup ia genggam”.
6 tahun masa Bahagia dan menyejahterakan ini berlalu. Rumah pagar bertransformasi menjadi rumah tembok beralaskan keramik putih. Si sulung bahkan telah menikahi seorang bidan di Lombok Utara. Si bungsu bersekolah di SMA favoritnya. Roda kehidupan berputar 1800. Hingga roda harus Kembali berputar ke belakang di tahun 2016. Sang bapak meninggalkan dunia untuk selama-lamanya di malam jumat yang agung. Si bungsu terpaksa pulang dari gili setelah menyelesaikan tugas sebagai HRD, si bungsu langsung menghampiri ke Lokasi. Ibu dan bapak jatuh terkapar. Sang ibu merintih kesakitan, menangis dengan darah dan tonjolan luka sebesar bola kasti di keningnya. Bapak, harus berakhir dengan cara terburuknya. Isi otak belakang keluar, darahnya menggenangi jalanan, si bungsu ikut membersihkan dan menghampiri bapak ke puskesmas. Menjelang Tengah malam saat ambulance menuju rumah sakit selong, kami mendapati kabar jika bapak benar-benar berpulang untuk selamanya. Kami diam sejenak, kaku, dunia seketika menjadi gelap. Si bungsu dan ibu berpelukan dan bahkan air matapun enggan untuk keluar. Kami shock, berusaha tenang, dan mengikhlaskan apa yang sedang terjadi. Besoknya baru pukul 08.00 si sulung tiba di rumah, memeluk mayat sang bapak. Baru tangis kami pecah semua.
Ibu, bapak, abang, dan si bungsu. Relakan saja semua yang telah terjadi. Jangan ada dendam. Lagipula ibu selamat, dan bapak berpisah dengan dunia Insya Allah dalam keadaan syahid di malam jumat yang suci. Motor shogun yang kalian pakai berboncengan dalam perjalanan pulang setelah mencari nafkah dari pagi hingga malam, kami akan wakafkan ke pondok pesantren. Biarlah ia menjadi saksi jika bapak pantas ditempatkan Bersama orang-orang beriman. Dan kami menjadi saksi hidup jika bapak adalah sosok ayah inspiratif yang sukses membina rumah tangga.
Hari demi hari berlalu, 3 tahun si sulung, si bungsu dan sang ibu saling bahu membahu. Tak dapat tersampaikan bagaimana dahsyatnya badai yang mereka lewati setelahnya. Aku butuh ratusan halaman untuk menuliskannya secara lengkap. 3 tahun berlalu, si bungsu yang terinspirasi dari tokoh ilmuan yang ia kagumi, si sulung dan sang bapak pekerja keras, juga ibu yang perlahan Kembali membaik, akhirnya menjelma menjadi mahasiswa prestatif dan inspiratif. Ia bahkan meraih beasiswa LPDP untuk studi magister nya tahun 2022, membuat Masyarakat sekitar semakin yakin jika kami tak akan pernah tergoyahkan. Akar semakin kuat, ranting semakin bercabang. Begitulah bagaimana kami bisa sampai pada titik ini.
“tiada satupun makhluk-Nya yang istirahat bertawaf. atom mengelilingi proton-neutron, planet mengelilingi matahari, konstelasi bintang mengelilingi pusat galaksi, dan roda kehidupan yang terus mengelilingi takdir nya. hingga suatu saat semua kan kembali seperti sejak dilahirkan. telanjang dan tak berdaya. sehingga Ia sang maha penguasa ruang dan waktu, memberikan kesempatan bagi kita untuk menyingkap tabir semesta kehidupan dengan Ridho-Nya”.
Masa lalu, hanyalah masa lalu. Masa depan adalah tabir yang harus disingkap, dan takdir yang siap untuk dijelajahi. Bertemu dengan Senja, nama pena dari penulis yang ia kagumi, memberikan semangat jiwa dan membangunkan si bungsu dari tidurnya yang cukup lama kemarin sore. Senja bahkan memberikan potensi kepada si bungsu menjadi seorang sastrawan, bukan hanya ilmuan kutu buku yang peneltiannya selalu gagal. Pertemuan ia dengan dirinya salah satu titik terbesar yang ia alami dalam hidup.
Komentar
Posting Komentar